Jumat, 08 Mei 2015

Pertama di Era Presiden Jokowi Obligasi Negara Tidak Laku

KATADATA – Dalam tiga bulan terakhir, penjualan surat utang negara (SUN) terus menurun. Hasil lelang pada Selasa (28/04) mencatatkan hasil yang tidak menggembirakan. Dari target penjualan Rp 10 triliun, pemerintah hanya mampu memperoleh Rp 4,85 triliun. Ini pertama di era Presiden Jokowi, lelang obligasi negara tak lagi menarik bagi pembeli.
Berdasar rilis Kementerian Keuangan, Seri SUN yang dilelang merupakan jenis reopening atau bukan jenis kupon yang baru diterbitkan. Keempat seri ini ialah SPN12160204 (tenor 1 tahun), FR0069 (tenor 4 tahun), FR0071 (tenor 14  tahun), FR0067 (tenor 29 tahun).
Pemerintah menerbitkan beragam obligasi sebagai upaya memenuhi pembiayaan APBN. Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pemerintah perlu berhati-hati dalam penerbitan surat utang. Pemerintah perlu mengurangi defisit neraca anggaran untuk menjaga stabilitas ekonomi.
“Untuk menambal defisit, mengeluarkan surat utang ke market. Saat ekonomi bermasalah, surat utangnya enggak laku,” ujarnya.
Menurut Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada, pasar obligasi dalam negeri melemah sebagai akibat penguatan dolar menjelang pertemuan The Fed sehingga, “pelaku pasar cenderung  wait and see menunggu peluang rebound bagi beberapa seri obligasi”.


Triwulan I 2015, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Turun Pada Titik Terendah

Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2015 tumbuh 4,71% (year on year). Bila dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (Q to Q) terjadi penurunan sebesar 0,18%.

Kepala BPS Suryamin mengatakan sejak kuartal I tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi memang menunjukkan penurunan. Namun pada triwulan I-2015 pertumbuhan ekonomi turun pada titik rendah yakni 4,71%.

"QI 2011 pertumbuhan ekonomi sempat mencapai 6,48%, Q3 2014 turun 4,92% dan Q1 2015 turun menjadi 4,71%,”Kata Suryamin dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (5/5/2015).     

Lebih lanjut ia memaparkan ada tiga hal yang  menentukan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015. Pertama negara-negara sebagai partner ekspor seperti Tiongkok, pertumbuhan ekonominya menurun dari 7,4% menjadi 7%. "Padahal Tiongkok ini punya peran. Singapura juga turun 4,9% menjadi 2,1%," tambahnya.

Kedua harga minyak yang masih melemah sehingga memiliki dampak kepada pertumbuhan ekonomi triwulan 1-2015.  Ketiga ekspor impor yang juga turun pada triwulan  IV 2014 berpengaruh baik terhadap impor barang modal.

Ekonomi Memburuk, Pengangguran Melonjak, Banyak Karyawan di PHK

Piranti keras komputer, Laptop, Telepon Seluler dan Elektronik rumah tangga sangat sensitif terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Dari Januari hingga akhir April kemarin, kenaikkan harga barang sudah terjadi sebesar 5-8%. Kenaikkan harga Elektronik disaat melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikkan harga-harga barang konsumsi dan kebutuhan pokok, membuat bingung para produsen ataupun penjual.

Beberapa teman saya yang bekerja di Perusahaan yang memproduksi barang Elektronik, pada bulan Maret s/d April sempat dirumahkan. Karena market pasar yang stagnan bahkan cenderung turun. Banyak juga Produsen Elektronik yang mem-PHK para pekerjanya dengan alasan perampingan dan efisiensi perusahaan.

Para Vendor gali lubang tutup lubang. Misalnya ada sebuah Perusahaan yang memproduksi mur dan baut, Perusahaan tersebut biasa mensuplai produknya ke sejumlah Produsen Elektronik, Dimasa perlambatan ekonomi seperti sekarang ini, para Supplier tersebut harus putar otak, cicilan utang mereka pada Bank tetap berjalan, sementara income mereka tergerus karena sedikitnya permintaan barang yang mereka produksi, belum lagi pembayaran dari para customer juga ikut tersendat. Kalau dulu "Ada uang ada barang" sekarang sudah tidak lagi, sekarang "Ada barang bayar belakangan".

Ditambah lagi kenaikkan biaya logistik, upah buruh, bahan baku, transportasi, listrik dan pengetatan pajak. Untuk terus bertahan mereka juga menunda pembayaran ke pihak Bank, yang paling pertama bisa mereka lakukan tentu saja melakukan efisiensi.

Kuantitas menurun, kualitas entahlah? apakah diturunkan juga. Maka benar, kalau ada yang mengatakan dengan bersandar pada data bahwa pertumbuhan ekonomi yang melambat menambah pengangguran sebanyak 300ribu orang. Itu bukan isapan jempol. Memang faktanya demikian, sekelas PMA pun harus merasakan dampak melambatnya ekonomi yang sedang di alami RI.

Kerja, Kerja, Kerja...

Pakai pakaian hitam putih, lengan baju digulung, masuk ke kampung-kampung bagi-bagi Kartu, itu maksudnya apa? Kalau pondasi ekonominya tak pernah dipikirkan secara serius..

*by 
Aries Rizvi

Dituding Penyebab Keterpurukan Ekonomi Era Jokowi, SBY: 'Pemerintah Jangan Panik'

Kondisi ekonomi terkini Indonesia yang mengalami keterpurukan di era Presiden Joko Widodo mengundang komentar berbagai kalangan. Para ekonom juga sudah memberi analisanya. Namun seperti biasa, pihak pemerintah banyak alasan, diantaranya karena warisan pemerintahan terdahulu.

"Tanpa banyak orang tahu, Pak Jokowi mewarisi ekonomi yang lambat. Mengubah pertumbuhan ekonomi itu tidak gampang," kata Deputi Kepala Staf Kepresidenan, Purbaya Yudhi Sadewa di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/5/2015), dilansir detikcom.

Mendapat 'serangan' dari Istana, mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara. Menurutnya pemerintah jangan panik, dan harus akui bahwa memang ada persoalan yang harus ditangani serius.

"Sebaiknya kita tdk perlu panik. Yang penting, pemimpin dan pemerintah menyadari & mengakui bahwa memang ada persoalan yang harus ditangani secara serius," ujar SBY yang disampaikan melalui akun twitternya, Jumat (8/5/2015).

Berikut penuturan lengkap SBY:

Perbincangan masyarakat minggu ini didominasi oleh isu pelambatan ekonomi kita, dengan segala dampak & implikasinya. *SBY*

Kecemasan atas memburuknya situasi perekonomian bukan hanya disuarakan oleh pelaku pasar, tetapi juga oleh masyarakat luas. *SBY*

Sebaiknya kita tdk perlu panik. Keadaan seperti ini setiap saat bisa terjadi. Masa kini dunia ekonomi mudah & sering mengalami gejolak *SBY*

Yang penting, pemimpin dan pemerintah menyadari & mengakui bahwa memang ada persoalan yang harus ditangani secara serius. *SBY*

Diperlukan gerak cepat & solusi yg efektif utk atasi persoalan fiskal & APBN, pertumbuhan yg melambat dan kelesuan investasi & bisnis. *SBY*

Juga harus diantisipasi kemungkinan meningkatnya pengangguran, serta gangguan terhadap kecukupan & stabilitas harga bahan pokok. *SBY*

Kalau berbagai persoalan ini tidak ditangani secara efektif, bisa saja keadaannya menjadi lebih buruk. Ini harus kita cegah. *SBY*

Bagi pemerintah, apapun opsi & kebijakan yg dipilih selalu ada plus & minusnya. Ada pro & kontranya. Tetapi tetap harus diambil. *SBY*

Yg penting, pemerintah beri solusi. Tetapkan "policy response" yg realistik & sungguh dijalankan. Jangan terlalu banyak beretorika. *SBY*

Dulu, sbg Presiden, persoalan seperti ini sering saya hadapi. Juga tdk mudah. Tetapi dgn kerja keras & tindakan tepat, selesai juga. *SBY*

Rakyat perlu beri kesempatan & dukungan kepada Pak Jokowi & pemerintah, untuk atasi permasalahan di bidang ekonomi ini. *SBY*

Saya menilai situasinya belum masuk krisis. Masih ada waktu. Masih tersedia solusi. Penurunan ekonomi masih bisa dibalikkan. *SBY*